Halaman

Senin, 26 Desember 2011

DAS


 Daerah Aliran Sungai
oleh
Munawir Rumbouw & Tony Mayabubun
A. Daerah Aliran Sungai

Pada daerah aliran sungai terdapal berbagai macam penggunaan lahan, misalnya hutan lahan pertanian, pedesaan dan jalan. Dengan demikian DAS mempunyai berbagai fungsi sehingga perlu dikelola. Pengelolaan DAS merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, petani dan pemerintah untuk memperbaiki keadaan lahan dan ketersediaan air secara terintegrasi di dalam suatu DAS. Dari namanya. DAS menggambarkan bahwa sungai atau air merupakan faktor yang sangat penting dalam pengelolaan DAS karena air menunjang kehidupan berbagai makhluk hidup di dalamnya. Masalah pada daerah aliran sungai (DAS) yang utama berhubungan dengan jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas) air. Air sungai menjadi berkurang (kekeringan) atau menjadi terlalu banyak (banjir) menggambarkan jumlah air. Daerah aliran sungai adalah daerah yang dibatasi punggung-punggung gunung sehingga air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak, 2001).
Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kawasan dengan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah pengairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan (UU No.7/2004 Pasal 1). Dalam pendefinisian DAS pemahaman akan konsep daur hidrologi sangat diperlukan terutama untuk melihat .
 
masukan berupa curah hujan yang selanjutnya didistribusikan melalui beberapa cara seperti diperlihatkan pada Gambar 1. Konsep daur hidrologi DAS menjelaskan bahwa air hujan langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi dan air infiltrasi yang kemudian akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran.
Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu. tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transpor sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tatar air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi
Universitas Sumatera Utara
Menurut asdak (2001), dari segi fisik indikator untuk mengetahui normal tidaknya suatu DAS dapat dilihat dari beberapa hal, dimana suatu DAS dikategorikan dalam kondisi baik apabila memiliki ciri sebebagai berikut :

a. Koefisiensi air larikan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya air larikan terhadap besarnya curah hujan, berfluktuasi secara normal, dalam artian nilai C dari sungai utama di DAS yang bersangkutan cenderung kurang lebih sama dari tahun ke tahun.

b. Nisbah debit maksimum (Q max/Q min) relatif stabil dari tahun ke tahun.

c. Tidak banyak terjadi perubahan koefisien arah pada kurva kadar lumpur (Cs) terhadap debit sungai (Q).


Definisi DAS Berdasarkan Fungsi
Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam pengolahan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai DAS berdasarkan fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi. Yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan.
vegetasi lahan DAS, kualitas air. kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. Kedua DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola umum dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi. yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai waduk dan danau. ketiga DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi. yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan. dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah (Asdak, 2001) 

B. Sedimen, Hasil Sedimen dan Larutan Sedimen
Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit atau jenis tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap di bagian bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, disaluran air sungai dan waduk (Asdak, 2001). 
Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada priode watu dan tempat tertentu. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran sedimen terlarut dalam sungai (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di dalam waduk. Hasil sedimen tergantung pada besarnya erosi total di DAS/sub DAS dan tergantung pada transpor partikel-partikel tanah yang tererosi tersebut keluar dari daerah tangkapan air DAS/sub DAS. Produksi sedimen umumnya mengacu kepada besarnya laju sedimen yang mengalir melewati satu titik pengamatan tertentu dalam satu sistem DAS. Tidak semua tanah yang tererosi di permukaan daerah tangkapan air akan sampai ke titik pengamatan. Sebagian tanah tererosi tersebut akan terdeposisi di cekungan-cekungan permukaan tanah, di kaki-kaki lereng dan bentuk-bentuk penampungan sedimen lainnya (Asdak, 2001). Begitu sedimen memasuki badan sungai, maka berlangsunglah transpor sedimen. Kecepatan transpor sedimen merupakan fungsi dari kecepatan aliran sungai dan ukuran partikel sedimen. Besarnya ukuran sedimen yang terangkut aliran air ditentukan oleh interaksi faktor-faktor sebagai berikut : ukuran sedimen yang masuk ke badan sungai/saluran air, karakteristik saluran, debit dan karakteristik fisik partikel sedimen. Besarnya sedimen yang masuk sungai dan besarnya debit ditentukan oleh faktor iklim, topografi, geologi, vegetasi dan cara bercocok tanam di daerah tangkapan air yang merupakan asal datangnya sedimen. Transpor sedimen di sungai-sungai tergantung dari banyak variabel yang saling berhubungan. Tidak ada satu persamaan yang bisa diaplikasikan untuk semua kondisi. Einstein (1964 dalam Kodoatie, 2005) telah menyatakan bahwa dua
kondisi harus dipenuhi oleh setiap partikel sedimen yang melalui penampang melintang tertentu dari suatu sungai yakni:

1. Partikel tersebut merupakan hasil erosi di daerah pengaliran di potongan melintang itu

2. Partikel tersebut terbawa oleh aliran dari tempat erosi terjadi menuju penampang melintang itu.

Larutan sedimen merupakan salah satu karakteristik fisik perairan (alamiah) yang dianggap penting. Larutan sedimen yang sebagian besar terdiri atas larutan Lumpur dan beberapa bentuk koloida-koloida dari berbagai material inilah yang seringkali mempengaruhi kualitas air dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya air untuk kehidupan manusia dan bagi kehidupan organisme akuatik lainnya. Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan sedimen pada suatu DAS menunjukkan bahwa hasil sediment pada DAS Alo-Pohu Gorontalo secara signifikan dipengaruhi oleh debit aliran, luas DAS, persentase tanah terbuka dan kerapatan drainase. Besarnya hasil sediment adalah 38,68 ton/ha/tahun. Nisbah pelepasan sediment di DAS Alo-Pohu secara signifikan dipengaruhi debit aliran (Lihawa, 2007).

C. Debit Aliran

Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistemn satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satu meter kubik per detik (m3/detik). Cara pengukuran debit aliran akan dibedakan menjadi dua, yaitu pengukuran debit untuk sungai-sungai yang berukuran kecil hingga sedang dan untuk sungai-sungai
besar yang dijumpai di pulau-pulau Jawa. Pengukuran debit aliran yang paling sederhana dapat dilakukan dengan metode apung (floating method). Caranya dengan menempatkan benda yang tidak dapat tenggelam di permukaan aliran sungai untuk jarak tertentu dan mencatat waktu yang diperlukan oleh benda apung tersebut bergerak dari satu titik ke titik pengamatan lain yang telah ditentukan. Benda apung yang dapat digunakan aliran sungai. Pemilihan tempat pengukuran sebaiknya pada bagian sungai yang relative lurus ditentukan sekurang-kurangnya yang memberikan waktu perjalanan 20 detik. Pengukuran dilakukan beberapa kali sehingga dapat diperoleh angka kecepatan aliran rata-rata yang memadai. Besarnya kecepatan aliran sungai (Vperm dalam m/dtk) adalah : V perm = L/T (persamaan 1), dimana L = jarak antara dua titik pengamantan (m) dan t = waktu perjalanan benda apung (detik). Untuk kedalaman yang berbeda dihitung kecepatan aliran sungai terlebih dahulu pada kedalaman yang berbeda, selanjutnya dijumlahkan dan dibagi dua. Secara skematis penyebaran kecepatan vertical dapat dilihat pada Gambar 2 berikut :
V1 kedalaman 0,2
V2 kedalaman 0,6
V3 kedalaman 0,8 
 
Perhitungan Debit Aliran Sungai
Perhitungan debit aliran sungai total dengan memanfaatkan Gambar 2 di atas. Langkah-langkah adalah sebagai berikut :

1. Hitung kecepatan aliran sungai rata-rata pada setiap bagian pengukuran dengan cara menjumlahkan nilai pengamatan pada kedalaman 0,2 dan 0,8 kemudian dibagi dua.

2. Nilai yang diperoleh pada nomor 1 kemudian dikalikan dengan luas bagian penampang melintang yang besangkutan (ABCD). Luas (ABCD) diperoleh sebagai haisl perkalian kedalaman EF dan lebar permukaan sungai AB.

3. Jumlahkan nilai debit yang diperoleh dari masing-masing bagian penampang melintang yang ditetapkan.

(Asdak, 2001). 

D.Beberapa Hasil Penelitian terhadap Nilai Debit Sedimen Melayang 

Hasil penelitian pada empat outlet pada DAS Teluk Balikpapan menunjukkan bahwa debit sediment melayang pada keempat outlet sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Balikpapan dari yang terbesar sampai dengan terkcil berturut-turut yaitu Sungai Semoi sekitar 26.050,752 g/detik = (2.250,785 ton/hari), Sungai Riko sekitar 4.526,886 g/detik (= 391,123 ton/hari), g/detik (= 6,763 ton/hari). Nilai debit sedimen melayang pada outlet sungai-sungai tersebut secara umum relatif besar. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi biogeofisik sebagian besar diakibatkan oleh perluasan lahan terbuka untuk berbagain kegiatan dengan pola penggunana lahan yang kurang tepat atau tidak
sesuai dengan potensi daya dukungnya, bahkan ditambah lagi oleh kondisi fisik jenis tanahnya yang didominasi oleh jenis tanah acrisols dan Arenosols (Ultisols) yang bersifat sangat peka terhadap erosi, dominasi topografi yang bergelombang sampai berbukit, curah hujan tahunan yang relatif tinggi dan pola jaringan sungai sebagian besar berbentuk seperti percabangan pohon (dendritic pattern) yang bersifat cepat mengalirkan limpasan air sungai (Kelompok Kerja Erosi dan Sedimentasi, 2002).
Arahan Pengunaan Lahan
Arahan penggunan lahan sesuai dengan kemampuannya merupakan salah satu pola rehabilitas lahan dan konservasi tanah (RLKT) dan salah satu strategi konservasi tanah yang diterapkan oleh Departemen Kehutanan. Arahan penggunaan lahan ditetapkan berdasarkan kriteria dan tata cara penetapan hutan lindung dan hutan produksi adalah berkaitan dengan karakteristik fisik DAS seperti berikut ini.

1. Kemiringan lereng

2. Jenis tanah menurut kepekaanya terhadap erosi

3. Curah hujan harian rata-rata

Untuk karakteristik DAS yang terdiri dari kemiringan lereng, jenis tanah dan curah hujan harian rata-rata pada setiap satuan lahan perlu diklasifiksi dan diberi bobot (skor) seperti yang tertera pada Tabel 1 berikut. Penetapan pengunaan lahan setiap satuan lahan ke dalam suatu kawasan fungsional dilakukan dengan menjumlahkan skor ketiga faktor tersebut di atas dengan mempertimbangkan keadaan setempat. Dengan cara demikian dapat dihasilkan kawasan lindung, kawasan penyangga dan kawasan budidaya (Asdak, 2001). 
Tabel 1. Klasifikasi dan Bobot Kemiringan Lereng, Kepekaan Tanah terhadap Erosi dan Intensitas Hujan Harian Rata-rata
Karakteristik
Kelas
Skor
Kemiringan Lereng
1 : 0-8 % (datar)
2 : 8-15 % (landai)
3 : 15-25 (agak curam)
4 : 25-45 (curam)
5 : 45% (sangat curam)
20
40
60
80
100
Tingkat Kepekaan Tanah terhadap Erosi
1 : Aluvial, Planosol, Hidromorof kelabu, Laterik (tidak peka)
2 : Latosol (agak peka)
3 : Tanah hutan coklat, tnaah mediteran (sedang)
4 : Andosol, Laterik, Grumosol, Podsol, Podsolic (peka)
5 : Regosol, litosol, organosol, renzina (sangat peka)
15
30
45
60
75
Intensitas Hujan harian Rata-rata
1 : 13,6 mm/hari (sangat rendah)
2 : 13,6 – 20,7 mm/hari (rendah)
3 : 20,7 – 27,7 mm/hari (sedang)
4 : 27,7 – 34,8 mm/hari (tinggi)
5 : 34,8 mm/hari (sangat tinggi)
10
20
30
40
50





Selasa, 20 Desember 2011

cagar alam di indonesia


1.      Daftar Cagar Alam Indonesia

a.      Pulau kalimantan
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Kalimantan Timur
  • Cagar Alam TELUK ADANG; Pasir, Kalimantan Timur, 61.900,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 79/Kpts-II/2001, 15 Maret 2001.
  • Cagar Alam GUNUNG AMBANG; Pasir, Kalimantan Timur, 46.900,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 86/ Kpts-II/1993, 10 Februari 1993.
  • Cagar Alam MUARA KAMAN SEDULANG; Kutai, Kalimantan Timur, 62.500,70 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 598/Kpts-II/1995, 2 November 1995.
  • Cagar Alam PADANG LUWAI; Kutai, Kalimantan Timur, 5.000,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 792/ Kpts/Um/10/82, 29 Oktober 1982.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Kalimantan Selatan
  • Cagar Alam SELAT SEBUKU LAUT KELUMPANG; Kota Baru, Kalimantan Selatan, 66.650,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 329/Kpts-II/1987, 14 Oktober 1987.
  • Cagar Alam GUNUNG KENTAWAN; Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, 257,90 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 336/Kpts-II/1999, 24 Mei 1999.
  • Cagar Alam SUNGAI LULAN-BULAN; Kota Baru, Kalimantan Selatan, 1.857,63 ha, Keputusan Men-hutbun Nomor: 453/Kpts-II/1999, 17 Juni 1999.
  • Cagar Alam TELUK PAMUKAN; KALIMANTAN SELATAN, Kota Baru, 20.618,84 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 453/Kpts-II/1999, 17 Juni 1999.
  • Cagar Alam GUNUNG SEBATUNG; Kota Baru, Kalimantan Selatan, 250,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 920/Kpts/Um/12/82, 24 Desember 1982.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Kalimantan Tengah
  • Cagar Alam PARARAWEN I/II; Barito Utara, Kalimantan Tengah, 5.855,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 85/Kpts-II/1999, 25 Februari 1999
  • CAGAR ALAM BUKIT SAPAT HAWUNG; Murung Raya, Gunung Mas, Kalimantan Tengah, 239.000,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 174/Kpts/Um/3/83, 8 Maret 1983.
  • Cagar Alam Bukit TANGKILING; Palangkaraya, Kalimantan Tengah, 2.061,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 46/Kpts/Um/1/77, 25 Januari 1977.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Kalimantan Barat
  • Cagar Alam Laut KEPULAUAN KARIMATA; Ketapang, Kalimantan Barat, 77.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 381/Kpts-II/1985, 27 Desember 1985.
  • Cagar Alam Muara KENDAWANGAN; Ketapang, Kalimantan Barat, 150.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 407/Kpts-II/1988, 13 Agustus 1988.
  • Cagar Alam LO PAT FUN PI; Sambas, Kalimantan Barat, 8,00 ha, ZB No. 1/1936, 23 Maret 1936.
  • Cagar Alam MANDOR; Pontianak, Kalimantan Barat, 2.000,00 ha, ZB No. 8/1937, 15, 16 April 1937.
  • Cagar Alam GUNUNG NYIUT PENRISEN; Pontianak, Sambas, Kalimantan Barat, 180.000,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 524/Kpts/Um/6/82, 15 Juni 1999.
  • Cagar Alam GUNUNG RAYA PASI; Sambas, Kalimantan Barat, 3.700,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 701/Kpts-II/1990, 11 Maret 1990.
b.      pulau  Sumatera
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi NAD:
  • Cagar Alam RAFFLESIA ACEH–SERBOJADI; Aceh Timur, NAD, 300,00 ha, ZB Tahun 1936 Nomor 159/AGR, 19 Desember 1936.
  • Cagar Alam HUTAN PINUS JANTHOI; Aceh Besar, NAD, 8.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 168/Kpts-II/1984, 10 Maret 1984.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Sumatera Utara:
  • Cagar Alam BATU GAJAH; Simalungun, Sumatera Utara, 0,80 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 923/Kpts/Um/12/82, 27 Desember 1982.
  • Cagar Alam BATU GINURIT; Labuhan Batu, Sumatera Utara, 0,50 ha, ZB No. 390/1934, 17 September 1934.
  • Cagar Alam LIANG BALIK; Labuhan Batu, Sumatera Utara, 0,31 ha, ZB No. 221/1936, 1 November 1936.
  • Cagar Alam LUBUK RAYA; Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 3.050,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor : 923/Kpts/Um/12/82, 27 Desember 1982.
  • Cagar Alam MARTELU PURBA; Langkat, Sumatera Utara, 195,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 471/Kpts-II/93, 9 Februari 1993.
  • Cagar Alam DOLOK SAUT-SURUNGAN; Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 39,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 923/Kpts/Um/12/82, 27 Desember 1982.
  • Cagar Alam SEI LEDONG; Labuhan Batu, Sumatera Utara, 1.100,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 923/Kpts/Um/12/82, 27 Desember 1982.
  • Cagar Alam SIBOLANGIT; Sibolangit, Sumatera Utara, 9,15 ha, ZB Tahun 1938 Nomor 37/PK, 10 Maret 1938.
  • Cagar Alam DOLOK SIBUAL-BUALI; Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 5.000,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 215/Kpts/Um/8/82, 4 Agustus 1982.
  • Cagar Alam DOLOK SIPIROK; Tapanuli Selatan, Sumut, 6.970,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 226/Kpts/Um/8/82, 4 Agustus 1982.
  • Cagar Alam DOLOK TINGGI RAJA; Simalungun, Sumatera Utara, 167,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 923/Kpts/Um/12/82, 27 Desember 1982.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Sumatera Barat:
  • Cagar Alam AIR PUTIH; Lima Puluh Koto, Sumatera Barat. 23.467,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI dan Perkebunan Nomor: 422/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • Cagar Alam AIR TERUSAN; Pesisir Selatan, Solok, Sumatera Barat, 25.177,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI dan Perkebunan No: 422/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • Cagar Alam LEMBAH ANAI; Tanah Datar, Sumatera Barat, 221,00 ha, GB 25 ZB 765, 12 Agustus 1922, dan tambahan wilayah mencakup Sawah Lunto, Sijunjung, Solok, seluas 100.000,00 ha sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan RI dan Perkebunan Nomor: 422/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999 – jadi total 100.221,00 ha.
  • Cagar Alam ARAU HILIR; Pasaman, Sumatera Barat, 5.377,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 422/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • Cagar Alam BARISAN I; Padang Pariaman, Tanah Datar, Solok, Kota Padang, Sumatera Barat, 74.821,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 422/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • Cagar Alam BATANG PALUPUH; Agam, Sumatera Barat, 3,40 ha, GB No.3/1930, 14 November 1930.
  • Cagar Alam BERINGIN SATI; Tanah Datar, Sumatera Barat, 0,03 ha, GB No. 60 & ZB No. 683/1922, 12 Agustus 1922.
  • Cagar Alam LEMBAH HARAU, Lima Puluh Koto, Sumatera Barat, 270,50 ha, GB No. 13/1933, 1 Oktober 1933.
  • Cagar Alam MALAMPAH ALAHAN PANJANG; Lima Puluh Koto, Pasaman, Sumatera Barat, 36.919,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 422/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • Cagar Alam MANINJAU UTARA-SELATAN; Agam, Pariaman, Sumatera Barat, 22.106,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 422/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • Cagar Alam PANGEAN I; Sawah Lunto, Sijunjung, Solok, Sumatera Barat, 12.200,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 422/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • Cagar Alam PANGEAN II; Sawah Lunto, Sijunjung, Solok, Sumatera Barat, 33.580,10 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 222/Kpts-II/2000, 2 Agustus 2000.
  • CA RIMBO PANTI; Pasaman, Sumatera Barat, 2.550,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 348/Kpts/Um/1/79, 7 Januari 1979.
  • CA GUNUNG SAGO; Tanah Datar, Lima Puluh Koto, Sumatera Barat, 5.486,00 ha, Kepu-tusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 422/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA GUNUNG SINGGALANG TANDIKAT; Agam, Tanah Datar, Sumbar, 9.658,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 422/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Riau:
  • Cagar Alam PULAU BERKEY; Bengkalis, Riau, 500,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 13/Kpts/Um/3/68, 13 Maret 1968.
  • Cagar Alam BUKIT BUNGKUK; Kampar, Riau, 20.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 173/Kpts-II/1986, 6 Juni 1986.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Jambi:
  • Cagar Alam HUTAN BAKAU PANTAI TIMUR; Tanjung Jabung, Jambi, 4.126,60 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 14/Kpts-II/2003, 7 Januari 2003.
  • Cagar Alam SUNGAI BATARA; Tanjung Jabung Barat, Jambi, 1.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 421/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • Cagar Alam BULUH HITAM; Bungo Tebo, Jambi, 700,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 421/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • Cagar Alam CEMPAKA; Bungo Tebo, Jambi, 1.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 421/Kpts-II/ 1999, 15 Juni 1999.
  • Cagar Alam DURIAN LUNCUK I; Sarolangun Bangko, Jambi, 73,74 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 820/Kpts-II/1997, 30 Desember 1997.
  • Cagar Alam DURIAN LUNCUK II; Batanghari, Jambi, 41,37 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 821/Kpts-II/ 1997, 30 Desember 1997.
  • CA Gua ULU TINGKO; Sarolangun Bangko, Jambi, 1,00 ha, GB 6 Staatsblad 1919, 21 Februari 1919.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Sumatera Selatan:
  • Cagar Alam BUNGAN MASKIKIM; Lahat, Sumatera Selatan, 1,00 ha, GB No. 83/1919 Staatsblad 392, 19 Juli 1919.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Bengkulu:
  • Cagar Alam AIR ALAS. Bengkulu Selatan, Bengkulu. 59,50 ha, Kep Menteri Kehutanan RI Nomor: 385/Kpts-II/1985, 27 Desember 1985
  • Cagar Alam AIR RAMI I REG 87; Bengkulu Utara, Bengkulu, 233,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 385/Kpts-II/1985, 27 Desember 1985.
  • Cagar Alam AIR RAMI I REG 87A; Bengkulu Utara, Bengkulu, 38,99 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 385/Kpts-II/1985, 27 Desember 1985.
  • Cagar Alam AIR SEBLAT; Bengkulu Utara, Bengkulu, 89,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI No: 385/Kpts-II/1985, 27 Desember 1985.
  • Cagar Alam SUNGAI BAHELO; Bengkulu Utara, Bengkulu, 674,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 385/Kpts-II/1985, 27 Desember 1985.
  • Cagar Alam CAWANG I/II; Rejang Lebong, Bengkulu, 0,22 ha, ZB No. 36/1932 Staatsblad 465, 27 Agustus 1932.
  • Cagar Alam DESPATAH I/II; Rejang Lebong, Bengkulu, 0,26 ha, ZB No. 36/1932 Staatsblad 465, 27 Agustus 1932.
  • Cagar Alam DUSUN BESAR; Bengkulu Utara, Bengkulu, 1.777,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 383/Kpts-II/1985, 27 Desember 1985.
  • Cagar Alam KIOYO I dan II; Bengkulu Utara, Bengkulu, 305,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 385/Kpts-II/1985, 27 Desember 1985.
  • Cagar Alam KLOWE; Bengkulu Utara, Bengkulu, 7.271,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 385/Kpts-II/1985, 27 Desember 1985.
  • Cagar Alam KONAK; Rejang Lebong, Bengkulu, 0,80 ha, GB No. 9/1932, 14 Mei 1932.
  • Cagar Alam TANJUNG LAKSAHA; Bengkulu Utara, Bengkulu, 445,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 385/Kpts-II/1985, 27 Desember 1985.
  • Cagar Alam MANNA; Bengkulu Utara, Bengkulu, 1,50 ha, ZB No. 36/1932 Staatsblad 435, 27 Agustus 1932.
  • Cagar Alam DANAU MENGHIJAU; Rejang Lebong, Bengkulu, 139,80 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 482/Kpts-II/1999, 29 Juni 1999
  • Cagar Alam MUKO-MUKO I; 230,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 385/Kpts-II/1985, 27 Desember 1985.
  • CA MUKO-MUKO II REG 100, Bengkulu Utara, Bengkulu, seluas 130,00 ha sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan RI No-mor : 385/Kpts-II/1985, 27 Desember 1985.
  • Cagar Alam PAGER GUNUNG I/II; Rejang Lebong, Bengkulu, 0,21 ha, ZB No. 36/1932 Staatsblad 465, 27 Agustus 1932.
  • Cagar Alam PAGER GUNUNG III/IV/V; Rejang Lebong, Bengkulu, 0,60 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 649/Kpts-II/1999, 19 Agustus 1999.
  • CA PASAR NGALAM REG 92; Bengkulu Selatan, Bengkulu, 265,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 385/Kpts-II/1985, 27 Desember 1985.
  • CA PASAR SELUMA REG 93; Bengkulu Selatan, Bengkulu, 159,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 385/Kpts-II/1985, 27 Desember 1985
  • CA PASAR TELO REG 94; Bengkulu Selatan, Bengkulu, 487,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 385/Kpts-II/1985, 27 Desember 1985
  • CA TABA PANANJUNG; Bengkulu Utara, Bengkulu, 3,70 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 430/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA TALANG ULU; Rejang Lebong, Bengkulu, 0,57 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 648/Kpts-II/1999, 19 Agustus 1999.
  • CA DANAU TES; Rejang Lebong, Bengkulu, 3.230,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 385/Kpts-II/1985, 27 Desember 1985
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Lampung:
  • Cagar Alam Laut PULAU ANAK KRAKATAU; Lampung Selatan, Lampung, 13.735,10 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 85/Kpts-II/1990, 7 November 1990.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Kepulauan Riau:
  • Cagar Alam PULAU BURUNG; Kepulauan Riau, 200,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 13/Kpts/Um/3/68, 13 Maret 1968.
  • Cagar Alam PULAU LAUT; Kepulauan Riau, 400,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 13/Kpts/Um/3/68, 13 Maret 1968.

c.       pulau  Jawa
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Banten
  • CA RAWA DANAU; Serang, 2.500,00 ha, GB No. 50/1921 Staatsblad 689, 16 November 1921.
  • CA PULAU DUA; Serang, 32,85 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 253/Kpts-II/1984, 26 Desember 1984.
  • Cagar Alam Laut PULAU SANGIANG; Serang, 700,35 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 112/Kpts-II/1985, 23 Mei 1985.
  • CA TUKUNG GEDE; Serang, 1.700,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 396/Kpts/ Um/6/79, 23 Juni 1979.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Jawa Barat
  • CA ARCA DOMAS; Cianjur, 2,00 ha, GB Nomor 28, 16 April 1913.
  • CA TELAGA BODAS; Garut, 261,50 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 98/Kpts/ Um/2/78, 2 Februari 1978.
  • CA BOJONGLARANG JAYANTI; Cianjur, 750,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 516/Kpts/Um/10/73, 16 Oktober 1973.
  • CA GUNUNG BURANGRANG; Bandung, 2.700,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 479/Kpts/Um/8/79, 2 Agustus 1979.
  • CA CADAS MALANG; Cianjur, 21,00 ha, GB No. 83/1919 Staatsblad 392, 11 Juli 1919.
  • CA CIBANTENG; Cianjur, 516,45 ha, GB No. 3/1925 Staatsblad 243, 28 Mei 1925.
  • CA CIGENTENG-CIPANJI; Bandung, 10,00 ha, GB No. 6/1919 Staatsblad 90, 21 Februari 1919.
  • CA DUNGUS IWUL; Sukabumi, 9,00 ha, GB No. 23/1931 Staatsblad 99, 2 Maret 1931.
  • CA NUSA GEDE PANJALU; Ciamis, 16,00 ha, GB No. 6/1919 Staatsblad 90, 21 Februari 1919.
  • CA GUNUNG JAGAT; Sumedang, 126,70 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 132/ Kpts/Um/12/54, 12 Desember 1954.
  • CA KAWAH KAMOJANG; Garut, 7.650,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 274/ Kpts-II/1999, 7 Mei 1999.
  • CA LEUWENG SANCANG; Garut, 2.157,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 370/ Kpts/Um/6/78, 9 Juni 1978.
  • CA Laut LEUWENG SANCANG; Garut, 1.150,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 92/Kpts-II/1990, 3 Juni 1990.
  • CA MALABAR; Bandung, 8,30 ha, GB No. 27/1927, 2 Juli 1927.
  • CA PANANJUNG PANGANDARAN; Ciamis, 419,30 ha, GB No. 19/1934 Staatsblad 669, 12 Juli 1934.
  • Cagar Alam Laut PANANJUNG PANGANDARAN, seluas 470,00 ha sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : 225/Kpts-II/1990, 12 Juni 1990
  • CA GUNUNG PAPANDAYAN; Garut, 6.620,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 68/Kpts/Um/1/79, 22 Januari 1979.
  • CA TELAGA PATENGGANG; Bandung, 21,18 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 660/Kpts/Um/10/81, 11 Oktober 1981.
  • CA GUNUNG SIMPANG; Cianjur, Bandung, 15.000,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 41/Kpts/Um/1/79, 11 Januari 1979.
  • CA SUKAWAYANA; Sukabumi, 30,50 ha, GB No. 83/1919 Staatsblad 392, 11 Juli 1919.
  • CA TAKOKAK; Cianjur, 50,00 ha, GB No. 6/1919 Staatsblad 90, 21 Februari 1919.
  • CA TANGKUBAN PERAHU-BANDUNG; Bandung, 1.290,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 528/Kpts/Um/9/74, 3 September 1974.
  • CA TANGKUBAN PERAHU-PELABUHAN RATU; Sukabumi, 33,00 ha, GB 12 Staatsblad 407, 21 November 1930.
  • CA GUNUNG TILU; Bandung, 8.000,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 68/Kpts/Um/2/78, 7 Februari 1978.
  • CA TELAGA WARNA; Cianjur, 368,25 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 481/Kpts/ Um/6/81, 9 Juni 1981.
  • CA YANLAPA; Bogor, 32,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 137/Kpts/Um/3/56, 28 Maret 1956.
  • CA YUNGHUN; Bandung, 2,50 ha, GB No. 6/1919 Staatsblad 90, 21 Februari 1919
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Jawa Tengah
  • CA BANTAR BOLANG; Pemalang, 24,10 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA BEKUTUK; Blora, 25,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 595/Kpts/Um/9/79, 21 September 1979.
  • CA GUNUNG BUTAK; Rembang, 25,40 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 79/Menteri Kehutanan RI-II/2004, 11 Maret 2004.
  • CA CABAK I/; Blora, 30,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA GUNUNG CELERING; Jepara, 1.379,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 755/ Kpts-II/1989, 16 Desember 1989.
  • CA CURUG BENGKAWAH; Pemalang, 1,50 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA TELOGO DRINGO; Banjarnegara, 26,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA GUNUNG GEBUGAN-UNGARAN; Semarang, 1,80 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA GETAS; Semarang, 1,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA GUCI; Pemalang, 2,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA KARANG BOLONG; Cilacap, 0,50 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • KELING I/II/III; Jepara, 61,70 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/ 1999, 15 Juni 1999.
  • CA KEMBANG; Jepara, 1,80 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA MOGA; Pemalang, 1,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA NUSAKAMBANGAN; Pemalang dan Cilacap, 1.205,00 ha. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA PAGER WUNUNG DARUPRONO; Kendal, 33,20 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 115/Menteri Kehutanan RI-II/2004, 19 April 2004.
  • CA PANTODOMAS; Wonosobo, 4,10 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA PESON SUBAH I; Batang, 10,40 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 82/Menteri Kehutanan RI-II/2004, 10 Maret 2004.
  • CA PESON SUBAH II; Batang, 100,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA PRINGOMBO I/II; Banjarnegara, 58,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA TELOGO RANJENG; Pemalang, 18,50 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA SEPAKUNG; Semarang, 10,00 ha, Keputusan Menhu Nomor: 74/Menteri Kehutanan RI-II/2004, 10 Maret 2004.
  • CA SUBVAK 18C/19B; Tegal, 6,60 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA TELAGA SUMURUP; Banjarnegara, 20,10 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA ULO LANANG KECUBUNG; Batang, 69,70 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 106/Menteri Kehutanan RI-II/2004, 14 April 2004.
  • CA VAK 53 COMAL; Pemalang, 24,10 ha, GB No. 2980.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Jawa Timur
  • CA GUNUNG ABANG; Pasuruan, 50,40 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 458/Kpts/ Um/7/78, 24 Juni 1978.
  • CA NUSA BARONG; Jember, 6.100,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/ Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA PULAU BAWEAN; Surabaya, 725,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 762/Kpts/Um/12/1979, 5 Desember 1979.
  • CA BESOWO GADUNGAN; Kediri, 7,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/ Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA CEDING; Bondowoso, 2,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/Kpts-II/ 1999, 15 Juni 1999.
  • CA CORAH MANIS SEMPOLAN; Jember, 16,80 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA KAWAH IJEN MERAPI UNGGUP-UNGGUP; Banyuwangi, 2.468,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA JANGGANGAN REGOJAMPI I/II; Banyuwangi, 7,50 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA SUNGAI KOLBU IYANG PLATEU; Bondowoso, 18,80 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA MANGGIS GADUNGAN; Kediri, 12,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/ Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA GUA NGLIRIP; Bojonegoro, 3,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA PACUR INJEN I/II; Bondowoso, 3,95 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA GUNUNG PICIS; Ponorogo, 27,90 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA SAOBI–KANGEAN; Sumenep (Madura), 430,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA PULAU SEMPU; Malang, 877,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA GUNUNG SIGOGOR; Ponorogo, 190,50 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA WATANGAN PUGER I-VI; Jember, 2,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/ Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • CA WIJAYA KUSUMA; Cilacap, 1,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 435/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi DI Yogyakarta
  • CA TELUK BARON; Gunung Kidul, 2,00 ha, GB 379/321/16, 24 Maret 1933.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi DKI Jakarta
  • CA PULAU BOKOR; Jakarta Utara, 18,00 ha, GB No. 60/1921 Staatsblad 683, 16 November 1921.
d.      pulau Maluku
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Maluku
  • Cagar Alam PULAU ANGWARMASE; Maluku Tenggara, Maluku, 295,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 403/Kpts-II/1988, 1 Agustus 1988.
  • Cagar Alam GUNUNG API KISAR; Maluku Tengah, Maluku, 80,00 ha, GB 24 Staatsblad 157, 3 Desem-ber 1937.
  • Cagar Alam Laut KEPULAUAN ARU TENGGARA; Kepulauan Aru, Maluku, 114.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 72/Kpts-II/1991, 2 April 1991.
  • Cagar Alam Laut BANDA; Maluku Tenggara, Maluku, 2.500,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 221/ Kpts/Um/4/77, 25 April 1977.
  • Cagar Alam BEKAU HUHUN; Maluku Tenggara, Maluku, 128.886,48 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 415/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • Cagar Alam DAAB; Maluku Tengara, Maluku, 14.218,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 836/Kpts-II/ 1993, 23 Desember 1993.
  • Cagar Alam PULAU LARAT; Maluku Tengara, Maluku, 4.505,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 169/Kpts-II/1995, 24 Maret 1995.
  • Cagar Alam MASBAIT; Buru, Maluku, 6.250,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 249/Kpts-II/1985, 1 November 1985.
  • Cagar Alam Pulau NUSTARAM; Maluku Tenggara, Maluku, 2.420,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 403/Kpts-II/1988, 1 Agustus 1988.
  • Cagar Alam PULAU NUSWOTAR; Maluku Tenggara, Maluku, 2.052,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 403/Kpts-II/1988, 1 Agustus 1988.
  • Cagar Alam PULAU POMBO; Maluku Tengah, Maluku, 4,68 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 392/Kpts-VI/1996, 30 Juli 1996.
  • Cagar Alam GUNUNG SAHUWAI; Seram Bagian Barat, Maluku, 18,62 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 805/Kpts-II/1993, 30 Oktober 1993.
  • Cagar Alam TAFERMAAR; Maluku Tenggara Barat (Pulau Molu), Maluku, 3.039,30 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 415/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Maluku Utara
  • Cagar Alam LIFAMATOLA; Halmahera Tengah, Maluku Utara, 16.690,53 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 285/Kpts-II/1995, 6 Juli 1995.
  • Cagar Alam PULAU OBI; Halmahera Selatan, Maluku Utara, 1.250,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 685/ Kpts-II/1995, 5 Oktober 1995.
  • Cagar Alam PULAU SEHO; Kepulauan Sula, Maluku Utara, 1.250,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 320/Kpts-II/1987, 12 Oktober 1987.
  • Cagar Alam GUNUNG SIBELA; Halmahera Selatan, Maluku Utara, 23.024,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 326/Kpts-II/1987, 15 Oktober 1987.
  • Cagar Alam TALIABU; Kepulauan Sula, Maluku Utara, 9.743,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 684/Kpts-II/1995, 5 Oktober 1995.
e.       pulau Papua
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Papua
  • Cagar Alam PEGUNUNGAN ARFAK; Jayapura, Papua, 68.325,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 514/Kpts-II/1995, 26 September 1995.
  • Cagar Alam BIAK UTARA; Biak, Papua, 6.138,04 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 731/Kpts-II/1996, 25 November 1996.
  • Cagar Alam DANAU BIAN; Merauke, Papua, 69.390,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 119/Kpts-II/1990, 19 Maret 1990.
  • Cagar Alam BUPUL; Merauke, Papua, 92.704,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 891/Kpts-II/1999, 14 Oktober 1999
  • Cagar Alam PEGUNUNGAN CYCLOPS; Jayapura, Papua, 22.500,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 365/Kpts-II/1987, 18 November 1987.
  • Cagar Alam ENAROTALI; Nabire, Papua, 300.000,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 84/ Kpts/Um/2/80, 11 Februari 1980.
  • Cagar Alam NABIRE; Nabire, Papua, 100,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 21/Kpts/Um/1980, 12 Januari 1980.
  • Cagar Alam PULAU POMBO; Merauke, Papua, 100,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 820/Kpts/Um/11/82, 10 November 1982.
  • Cagar Alam PULAU SUPIORI; Biak, Papua, 41.990,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 26/Kpts-II/1988, 11 Januari 1988.
  • Cagar Alam TAMRAU SELATAN; Nabire, Papua, 350.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 891/Kpts-II/1999, 14 Oktober 1999
  • Cagar Alam PEGUNUNGAN WAYLAND; Nabire, Papua, 223.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 891/Kpts-II/1999, 14 Oktober 1999.
  • Cagar Alam YAPEN TENGAH; Kepulauan Yapen, Papua, 119.140,75 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 26/Kpts-II/1999, 12 Oktober 1999.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Papua Barat
  • Cagar Alam BATANTA BARAT; Sorong, Papua Barat, 16.749,08 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 568/ Kpts-II/1991, 24 Agustus 1991.
  • Cagar Alam TELUK BINTUNI; Manokwari, Papua Barat, 124.850,90 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 891/Kpts-II/1999, 14 Oktober 1999
  • Cagar Alam PEGUNUNGAN FAKFAK; Fakfak, Papua Barat, 34.391,10 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 650/Kpts-II/1999, 19 Agustus 1999
  • Cagar Alam PULAU KOFIAU; Sorong, Papua Barat, 7.747,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 819/Kpts-II/1999, 14 Oktober 1999.
  • Cagar Alam PEGUNUNGAN KUMAWA; Fakfak, Papua Barat, 97.089,38 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 891/Kpts-II/1999, 14 Oktober 1999
  • Cagar Alam MISOOL SELATAN; Sorong, Papua Barat, 84.000,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 761/Kpts/Um/10/82, 10 Desember 1982.
  • Cagar Alam SALAWATI UTARA; Sorong, Papua Barat, 57.000,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 014/ Kpts/Um/1/82, 4 Januari 1982.
  • Teluk Cagar Alam Laut SANSAFOR; Manokwari, Papua Barat, 62.660,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 891/Kpts-II/1999, 14 Oktober 1999.
  • Cagar Alam TAMRAU UTARA; Sorong, Papua Barat, 368.365,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 820/Kpts/Um/11/82, 10 November 1982.
  • Cagar Alam PULAU WAIGEO BARAT; Sorong, Papua Barat, 95.200,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 731/Kpts-II/1996, 25 November 1996.
  • Cagar Alam PULAU WAIGEO TIMUR; Sorong, Papua Barat, 119.500,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 251/Kpts-II/1996, 3 Juni 1996.
  • Cagar Alam WONDI BOY; Manokwari, Papua Barat, 73.022,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 595/Kpts-II/1992, 6 Juni 1992.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Nusa Tenggara dan Bali

Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Bali
  • Cagar Alam BATUKAHU I/II/III; Tabanan, 1.762,80 ha, SK Menteri Pertanian RI Nomor: 716/Kpts/Um/9/74, 29 September 1974.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Nusa Tenggara Timur
  • Cagar Alam MAUBESI; Belu, Nusa Tenggara Timur,1.830,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 394/Kpts/Um/5/81, 7 Mei 1981.
  • Cagar Alam GUNUNG MUTIS; Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, 12.000,00 ha, SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 423/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • Cagar Alam PERHALU; Kupang, Nusa Tenggara Timur, 1.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 196/Kpts-II/1993, 27 Februari 1993.
  • Cagar Alam TAMBORA; Ende, Nusa Tenggara Timur, 1.000,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 423/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • Cagar Alam WATU ATA; Ngada, Nusa Tenggara Timur, 4.898,80 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 432/Kpts-II/1992, 5 Mei 1992.
  • Cagar Alam WAY WUUL/MBURAK; Manggarai, Nusa Tenggara Timur, 1.484,84 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 437/Kpts-II/1996, 9 Agustus 1996.
  • Cagar Alam WOLO TADO, NGEDE NALO MERAH, SIUNG; Ngada, Nusa Tenggara Timur, 4.016,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 429/Kpts-II/1992, 5 Mei 1992.
Daftar Cagar Alam Indonesia di Provinsi Nusa Tenggara Barat
  • Cagar Alam PULAU PANJANG; Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, 1.641,25 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 399/Kpts-II/1986, 21 April 1986.
  • Cagar Alam SANGIANG; Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, 7.492,25 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 418/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • Cagar Alam TAMBORA SELATAN; Dompu, Nusa Tenggara Barat, 23.840,81 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 418/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.
  • Cagar Alam TANAH PEDAUH; Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, 543,50 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 348/Kpts/Um/8/75, 20 Agustus 1975.
  • Cagar Alam TOFO KOTA LAMBU; Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, 3.333,00 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 418/Kpts-II/1999, 15 Juni 1999.

Total Tayangan Halaman